Minggu, 11 Oktober 2009

MEMANGGIL REZEKI DENGAN TEROMPET


Tahun baru, tak afdol rasanya tanpa kehadiran terompet. Suara terompet yang kadang tak enak di dengar namun menjadi tanda pergantian waktu di tahun yang baru biasa dikumandangkan saat pesta pergantian tahun digelar. Itulah mengapa, terompet selalu hadir di jalan-jalan protocol di kota besar di Indonesia termasuk Surabaya.

Para pedagang kaki lima yang sehari-hari berjualan makanan maupun kebutuhan rumah tangga lainnya, dua minggu menjelang tahun baru berbondong-bondong beralih berdagang terompet.

’’Habis jualan terompet untungnya lumayan. Satu terompet bisa dapat untung hingga Rp 7 ribu,’’ ujar Siti Nur Rodiah (40) pedagang terompet ‘dadakan’ yang sehari-hari berjualan di sepanjang jalan raya Ngagel.

Bila tak masuk tahun baru, sehari-hari wanita yang akrab dipanggil Rodiah ini berjualan perlengkapan rumah tangga tradisional seperti pembakar sate, kipas bamboo dan aneka peralatan masak lainnya.

Namun memasuki tanggal 15 Desember, sudah tahun yang kelima Rodiah menambah jualannya yakni terompet.

Terompet-terompet yang dijual Rodiah ini didatangkan dari Jawa Barat. “Biasanya ada yang dating kesini mengirim barang jadi saya tidak harus kulakan di tempat lain. Teman-teman yang berdagang di sepanjang jalan raya Ngagel juga berasal dari penjual yang sama. Mereka tidak mematok harga jual, terserah kita yang penting kita setor harga kulakan ke mereka,” jelas Rodiah yang sudah 8 tahun berjualan di sepanjang jalan ini.

Namun karena kebersamaan, Rodiah membuat kesepakatan harga dengan sesama penjual di sepanjang jalan ini. “Biar bersaing secara sehat dan nggak saling iri,” ungkapnya.

Terompet yang ditawarkan Rodiah beragam, mulai yang berharga Rp 15 ribu dengan bentuk standar hingga yang berharga Rp 75 ribu. Yang paling mahal adalah terompet berbentuk saxophone dengan hiasan warna-warni. Selain itu, Rodiah juga menjual pernik-pernik tahun baru lainnya seperti topi dan topeng.

Setiap momen tahun baru, Rodiah biasa menjual 100 – 200 buah terompet. Namun semua tergantung musim. Bila cuaca lebih banyak bersahabat, Rodiah bisa menjual banyak. Namun bila setiap hari hujan, bisa dipastikan terompet-nya jarang laku. “Apalagi sekarang banyak saingan. Para penjual terompet juga makin kreatif, bentuknya sekarang macam-macam sehingga persaingannya tinggi,” terangnya.

Meski Cuma berjualan 2 minggu untung yang diraih cukup lumayan. Minimal Rodiah bisa mengantongi untung Rp 300 ribu. Sayangnya terompet hanya digunakan saat tahun baru. Maka Rodiah pun hanya akan mendapat untung tinggi setahun sekali. Sisanya 11 bulan, Rodiah pilih berjualan peralatan dapur dengan untung tak seberapa. [dewi]

0 komentar: