Minggu, 20 September 2009

Perajin Toples Tembaga

Sebulan bisa Untung Rp 10 Juta

Kadang kita menyanyikan lagu ini, ’’Boneka cantik dari India, matanya lentik mulutnya menganga!?’’ Maka, bayangkanlah, ada kalanya orang India menyanyikan syair ini, ’’Toples cantik dari Indonesia, tak berisi roti, tapi kripik nangka…’’ Lho


Zaman dulu toples tembaga selalu menghias rumah-rumah di Indonesia. Semakin majunya peradaban, toples jenis ini mulai ditinggalkan dan digantikan dengan toples-toples berdesain modern. Padahal, toples tembaga mengandung nilai seni yang lebih tinggi. Tak ayal harga satu toples kini mencapai Rp 150 ribu.

Salah seorang yang hingga kini masih setia membuat toples tembaga ialah Nining H Utami, pemilik Ning’s Art Collection.

Sudah sejak 2000 perempuan asal Jakarta ini berkonsentrasi membuat toples dihiasi dengan tembaga yang ditempa (ditatah). Selain toples, ia juga membuat tempat buah dari tembaga, gelas dengan tempat tembaga yang dibuat dalam bentuk cetakan serta tempat lilin yang dihiasi tembaga dengan lapisan perak.

Pasar Dalam dan Luar Negeri
Ketertarikan Nining membuat usaha toples tembaga ini berdasarkan kecintaannya pada barang seni antik. ’’Zaman dulu ibu saya punya koleksi toples dan gelas tembaga. Sampai sekarang masih saya simpan rapi. Saya pun tertarik ingin mempelajari cara pembuatannya,’’ terangnya.

Tahun 2000 lalu Nining mendatangi perajin tembaga di Yogyakarta. Perempuan yang dulunya bekerja di sebuah bank ini kemudian membuat desain toples kaca dengan dibungkus ukiran tembaga. Bermodalkan Rp 1,5 juta desain Nining berhasil diwujudkan dalam toples tembaga nan cantik.

Tak disangka, toples tembaga buatan Nining cukup banyak diminati konsumen di pasar domestik seperti Jakarta dan pasar luar negeri mulai India, Malaysia, dan Timur Tengah. Mereka cukup berminat dengan toples tembaga karena selain hand made juga mengingatkan ke masa lalu.

Toples tembaga, tidak kalah dengan toples-toples yang ada di pasaran dengan hiasan yang modern. Toples etnik lebih terlihat artistik dan unik sebagai tempat kue kering. Dituntut pula kreativitas tinggi dan beragam panduan dari berbagai media untuk menciptakan produk yang inovatif.

’’Toples dan peralatan lain dengan hiasan tembaga yang ditempa, hanya dibuat di Bandung (2 perusahaan) dengan 12 pengrajin dan Yogyakarta (1 perusahaan) melibatkan 6 pengrajin,’’ terangnya.

Untung Besar
Karena dibuat secara hand made, kapasitas produksi tidak banyak. Ia mencontohkan untuk toples rata-rata diproduksi 60 pieces, hiasan gelas karena sistemnya cetakan bisa 100 pieces per minggu. Harga yang ditawarkan bervariasi. Toples Rp 150 ribu per biji, gelas panjang Rp 50 ribu, gelar pendek Rp 40 ribu, tempat buah Rp 350 ribu. Nining memasarkan barangnya masih dari pameran ke pameran lain. ’’Masih belum ada biaya untuk sewa stan sendiri di mal. Tapi suatu saat saya pasti akan sewa stan, sekarang baru kumpulin dana,’’ harapnya.

Saat Lebaran tiba seperti bulan-bulan lalu, penjualan bisa naik 4-5 kali lipat. Hanya saja karena daya beli masyarakat belum pulih meski animo cukup tinggi terhadap produk, penjualan yang terjadi tidak sebagus tahun-tahun sebelum krisis BBM di Indonesia. Namun Nining mengaku omzetnya cukup lumayan. Dalam sebulan bila order naik ia bisa mengantongi laba Rp 10 juta bersih setelah dipotong ongkos tukang dan biaya pameran.

’’Sekitar 4-5 tahun lalu, satu toples kita jual hanya Rp 60 ribu. Sekarang terpaksa dinaikkan jadi Rp 150 ribu karena dipicu kenaikan bahan tembaga dan bahan gelasnya sendiri yang kita impor dari China dan Prancis. Harga produk juga tergantung dari gelasnya, kalau lokal saja lebih murah dibanding impor,’’ paparnya.

Nining berharap, kondisi ekonomi Indonesia kembali membaik sehingga ia bisa menurunkan lagi harga toples buatannya. [KD/8-1]

0 komentar: